Kriteria Penggunaan Emas yang Diperbolehkan Syariat




1. Perhiasan Emas dan Perak
Emas yang dimaksud disini ialah logam mulia atau murni yang memiliki nilai tinggi, berwarna kuning mengkilap dan biasa dibuat perhiasan. Memakai emas sebagai perhiasan untuk mempercantik diri, seperti cincin, anting-anting, kalung atau gelang (menurut pendapat jumhur fukaha adalah haram bagi kaum pria; tetapi tidak diharamkan bagi kaum wanita).

Kebolehan berhias diri dengan emas bagi kaum wanita (menurut jumhur fukaha) hanya pada batas-batas kewajaran. Artinya pemakaiannya tidak terlalu banyak atau berlebihan karena menurut mereka hal itu member kesan adanya rasa sombong atau pamer kekayaan. Sikap sombong atau pamer kekayaan dalam ajaran islam adalah hal yang tidak disukai oleh Allah Swt. Fukaha dari mazhab Hanafi menetapkan ukuran kewajaran itu dengan ukuran di bawah satu misqal (2,975 g) emas atau perak. Fukaha dari mazhab Maliki menetapkannya dengan ukuran tidak lebih dari dua dirham (kurang lebih 2/10 dinar di masa Nabi Saw; 1 dinar =10 dirham, 1/5 dinar =2 dirham. Mazhab Syafi’I menetapkan kepada ketetapan adat atu kebiasaan. Jika adat mengatakan banyak, maka dihitung banyak, sebaliknya jika menurut adat sedikit, maka dipandang sedikit.

2. Memakai Bejana Emas dan Perak
Fukaha telah sepakat menetapkan haram hukumnya memakai bejana yang dibuat dari emas dan perak. Akan tetapi menurut mazhab Hanafi, Maliki, Syaf’i, dan Hanbali, tidak mengapa kalau emas dan perak dijadikan sebagai pematri bejana yang pecah atau berlobang, karena hal itu termasuk kebutuhan. Jika emas dan perak boleh digunakan untuk pematri periuk yang pecah, karena alasan kebutuhan, maka melapisinya dengan keduanya agar tahan dibakar apai, juga dibolehkan karena kebutuhan. Tetapi jika masih ditemukan benda lain yang dapat digunakan untuk penambal atau pelapis periuk tersebut, maka tidak dibolehkan dengan emas dan perak.

Baca Juga

Komentar