Pemanfaatan Kulit Binatang dalam Syariat Islam





Dalam narasi Ibnu Abbas yang mengatakan bahwasanya Nabi Muhammad SAW berasabda : “Mengapa tidak kalian anbil kulitnya ... “. Hadits ini menunjukkan bahwa di luar daging, bagian – bagian lain dari binatang yang sudah menjadi bangkai hukumnya suci, mengingat untuk mensucikan sesuatu yang terpisah dari rambut dan bulu tidak diperlukan proses penyembelihan hewan tersebut, sehingga iapun tidak najis karena kematiannya.

Adapun sesuatu yang rontok dari rambut dan bulu hewan pada masa hidupnya, jika hewan tersebut adalah hewan yang dagingnya halal dimakan, maka ia tetap berstatus suci menurut kesepakatan ulama. Akan tetapi, jika hewan tersebut adalah hewan yang haram dimakan dagingnya, maka menurut kalangan mazhab Syafi’i dan Hanbaliia adalah najis, sementara menurut kalangan ulama mazhab Hanafi dan Maliki ia adalah suci.

Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas ra. ia berkata :

“ Bila kulit telah disamak maka telah menjadi suci. “

Disamak sama dengan dihilangkan sisa – sisa daging dan air dagingnya yang membusukkan sehingga tidak akan busuk dan hancur bila direndam dalam air sesudah itu.

Karena kedua binatang itu ketika saat hidupnya sudah najis, apalagi ketika telah menjadi bangkai.

Kesimpulannya kulit – kulit bangkai binatang bisa menjadi suci dengan disamak, kecuali kulit anjing dan babi dan hewan yang lahir dari keduanya atau salah satunya.

Baca Juga

Komentar