Mengapa Sunah Ab'ad dan Sunah Hai'at Berbeda?




























Ulama madzhab Syafi’I mengemukakan bahwa sunah shalat dibagi dua, yaitu yang berbentuk al Ab’ad atau sunah menyangkut bagian dari shalat, seperti tasyahud awal, membaca shalawat atas Nabi SAW setelah tasyahud awal, doa qunut, dst. Sunah Ab’ad adalah sunah shalat yang apabila ditinggalkan diwajibkan sujud syahwi. Sedangkan Hai’at atau sunah yang lebih pada gerakan shalat, seperti mengangkat kedua tangan saat takbiratul ihram, mengangkat kedua tangan saat ruku’ dan bangkit darinya, membaca doa iftitah setelah takbiratul ihram, dst. Sunah Hai’at apabila ditinggalkan tidak perlu dilakukan sujud syahwi.


Sunah Ab’ad termasuk ritual yang khusus dalam shalat. Dinamakan sunah Ab’ad karena kuatnya kedudukan sunah tersebut sehingga perlu diganti dengan sujud syahwi apabila ditinggalkannya. Jika sunah Ab’ad tertinggal dan terlanjur mengerjakan rukun, maka tidak boleh mengulang sunah tersebut, tetapi sebelum salam sunah sujud syahwi. Dalam sunah Ab’ad meninggalkan perkara fardhu tidak bisa digantikan dengan sujud syahwi, tetapi jika ingat meninggalkannya saat masih shalat, maka langsung mengerjakannya. Dan jika ingatnya setelah salam dalam waktu yang dekat, maka langsung melaksanakan fardhu tersebut dan melanjutkan shalatnya serta sunah sujud syahwi. Tetapi jika meninggalkan perkara sunah, maka tidak boleh kembali untuk mengerjakannya setelah memulai perkara fardhu, akan tetapi sunah sujud syahwi, seperti meninggalkan tasyahud awal, lalu ingat setelah tegak berdiri, maka tidak boleh kembali tasyahud, karena hal itu akan menambahkan duduk secara sadar dan sengaja dan menjadikan shalatnya batal jika dikerjakan. Namun jika menjadi makmum, maka harus kembali mengikuti imam, karena mengikuti imam lebih kuat dari pada melakukan rukun.


Sunah Hai’at tidaklah harus mengulangnya dan tidak pula mengganti dengan sujud syahwi, baik sengaja meninggalkannya maupun lupa. Apabila ragu mengenai jumlah rakaat yang telah dikerjakan, seperti 3 atau 4 rakaat, maka melanjutkannya atas dasar keyakinan, yaitu meyakini yang paling sedikit, seperti 3 rakaat (dalam contoh diatas) dan menambahi satu rakaat kemudin sujud syahwi. Tidak berguna jika seseorang tersebut meyakini yang 4 rakaat, serta tidak diperbolehkan mengikuti ucapan orang lain bahwa ia telah shalat 4 rakaat. Penjelasan tersebut juga tercantum dalam kitab Fathul Qarib, Hadits Riwayat Muslim:

اِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِكُمْ صَلَّى اَثْلاَثًا اَمْ اَرْبَعًا فَلْيَطْرَحِ الشَكِّ وَلْيَبْنِ عَلىَ مَا ا سْتَقيْزَثُمَّ يَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ قبْلَ اَنيُسَلِّمُ فَإِنْ كان صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلاَتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى اتْمَامًا ِلأَرْبَعٍ كانت_كَانَتَا تَرْغِيْمًا لِلشَّيْطَانِ


Terjemahan:”Apabila seseorang diantara kalian ragu-ragu dalam shalatnya, sehingga tidak mengetahui ia shalat berapa rakaat, tiga atau empat rakaat, maka hendaknya ia tinggalkan keragu-raguan dan melanjutkan atas hal yang meyakinkan, kemudian sujud dua kali sebelum salam. Apabila ia shalat lima rakaat, maka dua sujud itu menggenapkan shalatnya, dan jika ia shalat sempurna empat rakaat, maka dua sujud itu merupakan penghinaan terhadap setan”.

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, sunah Ab’ad dan sunah Hai’at berbeda, karena sunah Ab’ad lebih kuat kedudukannya dalam bagian shalat, sehingga sunah Ab’ad mempunyai kesunahan yang dapat diganti dengan sujud syahwi apabila ditinggalkan. Sedangkan sunah Hai’at lebih pada gerakan shalat yang kesunahannya tidak dapat diganti dengan sujud syahwi apabila ditinggalkannya.

Baca Juga

Komentar