Makna dan Ketentuan Sujud sebagai Rukun Shalat













Shalat menurut etimologi ialah do’a, dan secara termologi syar’i ialah ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbir serta diakhiri dengan salam dengan syarat tertentu[1]. Jadi sholat adalah suatu pekerjaan dan ucapan yang diawali dengan takbirotul ihram disertai dengan niat dalam hati dan diakhiri dengan salam dan harus memenuhi syarat-syarat sahnya shalat ataupun rukun-rukun shalat yang mana sholat itu berisi do’a.


Dalam mengerjakan shalat, seorang mukalaf (orang muslim yang berakal dan sudah baligh atau sudah cukup umur yang diwajibkan untuk malaksanakan hal-hal yang diwajibkan seperti shalat) harus mengetahui syarat-syarat sebelum melakukan shalat diantaranya, anggota badan harus dalam keadaan suci, menutup aurat dengan pakaian yang suci, berdiri di tempat yang suci, mengetahui telah masuknya waktu shalat, dan menghadap kiblat.[2]


Adapun hadits dan al-Quran yang menjelaskan tentang syarat-syaratnya shalat ialah:


1. Allah SWT. berfirman dalam Surah Al-Maidah ayat 6. Menjelaskan tentang hadats besar atau hadats kecil[3]


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Maidah: 6)


Dalil di atas menjelaskan bahwa satiap mukalaf yang akan melakukan shalat harus benar-benar dalam kaedaan suci, baik dari hadats kecil maupun hadats besar. Sehingga jika seorang sedang berhadats kecil maupun hadast besar harus membersihkan hadastnya terlebih dahulu dengan tata cara yang benar. Dan segala hal yang menbatalkan wudhu.


2. Nabi saw. memerintahkan agar mencuci dari najis-najis. Seperti sabda beliau kepada Fatimah binti Abi Hubaisy ra. :[4]


فاذااقبلت الحيضة فا تر كي الصلاة, فاذا ذهب قدرهافاغسلي عنكك الدم وصلي


“ Apabila haid datang, maka tinggalkanlah shalat, dan bila hilang sebagiannya, maka bersihkanlah darah dari kamu dan shalatlah.”


Dan juga ada hadist yang memerintahkan agar membasuh madzi, karena madzi najis tetapi tidak memwajibkan untuk mandi seperti halnya haid.


3. Berdasarkan firman Allah SWT.[5]


Artinya:” Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534], Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al Araf: 31)

[534] Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau ibadah-ibadah yang lain.


[535] Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.



Maksud ayat di atas adalah agar seorang mukalaf yang akan melaksanakan shalat harus menggunakan pakaian yang bersih dan sopan. Adapun batasan dalam berpakain dalam shalat menurut Imam Syafi’I ialah semua bagian tubuh kecuali telapak tangan dan muka batasan ini untuk perempuan yang merdeka (perempuan yang bebas dari tanggungan), sedangkan bagi perempuan amat (seperti budak) dan laki-laki ialah dari pusar sampai lutut.


4. Dalam syarat sahnya shalat, tempat untuk beribadah haruslah suci dari najis. Sehinnga mukalaf harus mengetahui keadaan tempat yang akan dijadikan untuk beribadah, apakah tempat itu benar-benar sudah suci atau belum. Jika belum suci, maka bersihkan terlebih dahulu.


5. Suatu kewajiban bagi para mukalaf yang hendak melakukan shalat yaitu harus mengetahui waktu datangnya shalat. Ini berdasarkan dengan firman Alah SWT.


Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” ( QS. An Nisa : 103)


Jadi, setiap shalat memilki waktu dan batasan kapan datang waktu shalat serta batasan berakhirnya waktu shalat.


6. Ketika mukalaf melaksanakan shalat, maka menghadap ke kiblat. Ini sesuai dengan riwayat Al-Bukhari dan Muslim, bahwasanya Nabi bersabda


اذاقمتالي الصلاة فاسبع الوضوء, ثم استقبل القبلة فكبر


“ Bila engkau hendak mendirikan shalat, maka sempurnakanlah wudhunya, kemudian menghadaplah ke kiblat dan bertakbirlah.


Petunjuk Nabi saw. ketika Turun untuk Sujud


Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Umar ia berkata:


Artinya: “ Aku melihat Nabi saw memulai shalat lalu beliau mengangkat kedua tangannya ketika bertakbir hingga sejajar dengan kedua pundaknya.”


Dan dalam riwayat itu ada tambahan:


Artinya: “Dan beliau tidak melakukan demikian ketika bersujud dan ketika mengangkat kepalanya dari bersujud”


Jadi Nabi saw. melakukan sujud dengan meletakan kedua lutut sebelum kedua tangannya, kemudian meletakan kedua tangannya sesudah kedua lututnya, kemudian kening dan hidungnnya.


Sujud merupakan salah satu rukun shalat (suatu pekejaan yang harus dilakukan dalam shalat) dimana jika tidak dilakukan maka shalatnya batal atau tidak sah. Secara terperinci jumlah sujud ada 4 yaitu:[6]


1.Sujud dalam rukun shalat


2.Sujud sahwi


Sujud yang disunnahkan karena seorang mushalili lupa atau ragu telah mengejakan atau tidak mengerjakan hal-hal tertentu dalam shalat baik sengaja maupun tidak.


Sebab-sebab sujud sahwi


a. Meningggalkan salah satu sunnah ab’ad atau ragu dalam hal itu. Contoh: meningggalkan qunut atau tasahud awal.


b. Lupa atau ragu dalam hal-hal yang bisa membatalkan salat apabila disngaja. Contoh: berbicara sedikit dalam shalat.


c. Ragu dalam melakukan suatu rukun fi’li. Contoh: ragu dalam bilangan roka’at, apakah tiga atau empat roka’at.


Tata cara sujud sahwi


Sujud sahwi dilakukan setelah tasyahud akhir menjelang salam, sedangkan gerakannya sama persis dengan sujud dalam shalat, jumlah yang dikerjakan dua kali maupun doanya setelah itu langsung salam yang pertama dan slamyang ke dua. Adapun doanya yaitu:


سبحا ن من لا ينا م ولا يسه


3. Sujud tilawah


Sujud yang dianjurkan ketika seorang membaca atau mendengarkan ayat-ayat sajadah (baik didalam atau diluar)


4. Sujud syukur


Sujud yang sunnah dilaksanakan karena mendapatkan kenikmatan atau terhindar dari bahaya.


Jadi, dari apa yang telah dipaparkan di atas, maka seorang mukalaf meninggalkan sujud, maka dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi. Adapun ketentuannya yaitu dengan meletakan kedua lutut sebelum kedua tangan kemudian kening dan hidungnya dan disertai dengan tuma’ninah ( berhenti sejenak).











[1] Tim Pembukuan Anfa’ 2015, Menyingkap Sejuta Permasalahan dalam Fath Al-qarib, Anfa’ Press. Hal. 120


[2] Aliy As’ad, Tarjamah Taqrib Dalil Jilid 1, Menara Kudus. Hal. 69


[3] Ibid,...... Hal. 69-70


[4] Ibid,……Hal.70


[5]Ibid,……Hal. 70


[6][6] Taufiq, Masda, Wafi, Dzulqurnain, Kumpulan Dzikir dan Doa Kafa Bihi Edisi Revisi 2, Pondok Pesantren An nur. Hal. 64-67





Nama : soibah
Nim : 15.10.980
Makul : fiqih 1

Baca Juga

Komentar