Rukun
Khutbah Jum’at
Dalam khutbah terdapat
beberapa rukun. Dalam hal ini terjadi banyak perbedaan pendapat di antara para
ulama. Ulama Hanafiyah dan Malikiyah mengatakan bahwa rukun khutbah hanya satu
dan selainnya hanyalah sunah. Adapun rukun khutbah sebagai berikut:
1. Memuji
Allah. Memuji tersebut dengan kalimat “Al-hamdulillah.” Hal ini berdasarkan
riwayat dari Ibnu Mas’ud R.A dia berkata: “Ketika Rasulullah SAW membaca
syahadah (pembukaan khutbah) beliau
mengucapkan:’Al-hamdulillahi nasta’iinuhu wa nastaghfiruh, wa na’uudzu billaah min
syuruuri anfusina, man yahdihillaahu falaa mudhilla lah,....................................................’”(Segala
puji bagi Allah, kami mohon pertolongan dan mohon ampunan. Kami berlindung
kepada Allah dari keburukan diri kami, siapa yang diberi petunjuk oleh Allah
maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan siapa yang disesatkan-Nya maka
tidak ada petunjuk baginya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan
aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang Dia telah
mengutusnya dengan HAQ sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan
setiap saat. Siapa yang tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka dia telah
berada di jalur yang benar, dan siapa yang bemaksiat kepada keduanya maka dia
tidak mencelakakan selain dirinya sendiri. Dan tidak ada sesuatu pun yang dapat
mencelekai-Nya.”(H.R Abu Dawud)
Dari Abu Hurairah R.A,
dia berkata:”Rasulullah SAW bersabda:’Setiap ucapan yang tidak diawali dengan
memuji Allah, maka terputus(tidak mendapatkan pahala)’.”(H.R
Abu Dawud dan Ahmad yang semakna dengannya)
Ulama
Hanafiyah mengatakan bahwa rukun khutbah hanya satu, yaitu dzikir dalam segala
bentuknya, bisa dalam bentuk tahmid, tasbih atau tahlil. Hanya saja makruh
hukumnya jika menyebutnya dengan sangat ringkas. Hal tersebut berdasarkan
firman Allah SWT:
“...maka segeralah
mengingat Allah dan tinggallah jual beli..”(QS. Al Jumu’ah:9)
Ulama
Malikiyah berpendapat bahwa membaca hamdalah adalah rukun khutbah yang isinya
mencakup kabar gembira (tabsyiir)
atau peringatan (tahdziir), dan
selain itu adalah sunnah. Dengan demikian, rukun yang tadi disebutkan berikut
ini (setelah nomor satu) adalah rukun khutbah dalam pandangan ulama Syafi’iyah
dan Hanabilah. Selanjutnya dalam hal ini mereka berdua menyebutkan perbedaan
pendapat mereka dalam rukun yang kedua dalam rukun khutbah yaitu:
2. Bershalawat
kepada Nabi SAW dalam dua khutbahnya.
Berdasarkan
firman Allah SWT:
“Hai orang-orang
beriman bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh
penghormatan kepadanya.”(QS. Al Ahzab:56)
Juga
perbuatan Nabi SAW yang menyampaikan shalawat kepada dirinya dalam khutbahnya.
3. Berwasiat
dengan taqwa pada kedua khutbah meskipun tanpa menyebut secara eksplisit kata
‘wasiat taqwa’. Artinya, dipandang cukup dengan menyebut ‘taatlah kepada
Allah’, sebab inilah maksud utama dari khutbah itu sendiri.
4. Membaca
ayat Al-Qur’an dalam salah satu dari dua khutbah, dan membaca ayat pada khutbah
yang pertama lebih baik.
Dari Ummu Hisyam binti
Haritsah bin Nu’man, dia berkata:”Aku tidak mendapatkan ayat(Qaaf. Walqur’aanil
majiid) kecuali dari lisan Rasulullah SAW pada hari Jum’at. Beliau membacanya
di atas mimbar pada setiap shalat Jum’at.”(HR. Muslim, Abu
Dawud, dan Nasa’i)
Dari Ya’la bin Umayyah
RA, dia berkata:”Aku mendengar Nabi SAW membaca diatas mimbar:”wa naadauu ya
maaliku..”(QS. Az-Zukhruf:77).(HR. Perawi yang lima
selain Nasa’i)
Dari Jabir bin Samurah
RA, dia berkata bahwa Nabi SAW dalam setiap khutbahnya membaca beberapa ayat
Al-Qur’an untuk mengingatkan kepada manusia.”(HR. Abu Dawud,
dan aslinya terdapat dalam Muslim)
5.
Mendo’akan kaum mukminin dan
mukminat, khususnya pada khutbah kedua. Pendapat ini hanya menurut ulama
Syafi’iyah saja. Mereka berpegang pada riwayat dari Samurah bin Jundub RA, dia
berkata bahwa Nabi SAW memohonkan ampun bagi kaum mukminin dan mukminat dalam
setiap shalat Jum’at.”(HR. Bazzar dengan sanad yang lemah. Hadits ini juga
terdapat dalam riwayat Thabrani pada kitab Al-Kabir dengan tambahan:’dan kaum
muslimin dan muslimat’)
Referensi: Fiqih ala
madzhab arba’ah
Komentar
Posting Komentar