rukun khutbah jum'at menurut empat madzhab

Rukun Khutbah Jum’at
Dalam khutbah terdapat beberapa rukun. Dalam hal ini terjadi banyak perbedaan pendapat di antara para ulama. Ulama Hanafiyah dan Malikiyah mengatakan bahwa rukun khutbah hanya satu dan selainnya hanyalah sunah. Adapun rukun khutbah sebagai berikut:
1.      Memuji Allah. Memuji tersebut dengan kalimat “Al-hamdulillah.” Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Mas’ud R.A dia berkata: “Ketika Rasulullah SAW membaca syahadah  (pembukaan khutbah) beliau mengucapkan:’Al-hamdulillahi nasta’iinuhu wa nastaghfiruh, wa na’uudzu billaah min syuruuri anfusina, man yahdihillaahu falaa mudhilla lah,....................................................’”(Segala puji bagi Allah, kami mohon pertolongan dan mohon ampunan. Kami berlindung kepada Allah dari keburukan diri kami, siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan siapa yang disesatkan-Nya maka tidak ada petunjuk baginya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang Dia telah mengutusnya dengan HAQ sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan setiap saat. Siapa yang tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka dia telah berada di jalur yang benar, dan siapa yang bemaksiat kepada keduanya maka dia tidak mencelakakan selain dirinya sendiri. Dan tidak ada sesuatu pun yang dapat mencelekai-Nya.”(H.R Abu Dawud)
Dari Abu Hurairah R.A, dia berkata:”Rasulullah SAW bersabda:’Setiap ucapan yang tidak diawali dengan memuji Allah, maka terputus(tidak mendapatkan pahala)’.”(H.R Abu Dawud dan Ahmad yang semakna dengannya)
Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa rukun khutbah hanya satu, yaitu dzikir dalam segala bentuknya, bisa dalam bentuk tahmid, tasbih atau tahlil. Hanya saja makruh hukumnya jika menyebutnya dengan sangat ringkas. Hal tersebut berdasarkan firman Allah SWT:
“...maka segeralah mengingat Allah dan tinggallah jual beli..”(QS. Al Jumu’ah:9)  
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa membaca hamdalah adalah rukun khutbah yang isinya mencakup kabar gembira (tabsyiir) atau peringatan (tahdziir), dan selain itu adalah sunnah. Dengan demikian, rukun yang tadi disebutkan berikut ini (setelah nomor satu) adalah rukun khutbah dalam pandangan ulama Syafi’iyah dan Hanabilah. Selanjutnya dalam hal ini mereka berdua menyebutkan perbedaan pendapat mereka dalam rukun yang kedua dalam rukun khutbah yaitu:
2.      Bershalawat kepada Nabi SAW dalam dua khutbahnya.
Berdasarkan firman Allah SWT:
“Hai orang-orang beriman bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”(QS. Al Ahzab:56)
Juga perbuatan Nabi SAW yang menyampaikan shalawat kepada dirinya dalam khutbahnya.
3.      Berwasiat dengan taqwa pada kedua khutbah meskipun tanpa menyebut secara eksplisit kata ‘wasiat taqwa’. Artinya, dipandang cukup dengan menyebut ‘taatlah kepada Allah’, sebab inilah maksud utama dari khutbah itu sendiri.
4.      Membaca ayat Al-Qur’an dalam salah satu dari dua khutbah, dan membaca ayat pada khutbah yang pertama lebih baik.
Dari Ummu Hisyam binti Haritsah bin Nu’man, dia berkata:”Aku tidak mendapatkan ayat(Qaaf. Walqur’aanil majiid) kecuali dari lisan Rasulullah SAW pada hari Jum’at. Beliau membacanya di atas mimbar pada setiap shalat Jum’at.”(HR. Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i)
Dari Ya’la bin Umayyah RA, dia berkata:”Aku mendengar Nabi SAW membaca diatas mimbar:”wa naadauu ya maaliku..”(QS. Az-Zukhruf:77).(HR. Perawi yang lima selain Nasa’i)
Dari Jabir bin Samurah RA, dia berkata bahwa Nabi SAW dalam setiap khutbahnya membaca beberapa ayat Al-Qur’an untuk mengingatkan kepada manusia.”(HR. Abu Dawud, dan aslinya terdapat dalam Muslim)
5.      Mendo’akan kaum mukminin dan mukminat, khususnya pada khutbah kedua. Pendapat ini hanya menurut ulama Syafi’iyah saja. Mereka berpegang pada riwayat dari Samurah bin Jundub RA, dia berkata bahwa Nabi SAW memohonkan ampun bagi kaum mukminin dan mukminat dalam setiap shalat Jum’at.”(HR. Bazzar dengan sanad yang lemah. Hadits ini juga terdapat dalam riwayat Thabrani pada kitab Al-Kabir dengan tambahan:’dan kaum muslimin dan muslimat’)      

Referensi: Fiqih ala madzhab arba’ah 

Baca Juga

Komentar