Perjalanan Tawassul Dalam Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal


Ulama Saudi merilis dalam Fatwa resminya adalah berhaluan Madzhab Hanbali. Dalam masalah Tawassul kepada Nabi atau ulama, mufti-mufti Saudi menghukumi syirik atau dapat mengarah pada syirik.

Padahal pendahulu mereka yang bermadzhab Hanbali memperbolehkan, yaitu Syaikh Ibnu Taimiyah. Namun dalam pemahaman muridnya yang lain yaitu Syaikh Ibnu Abdil Hadi bahwa Ibnu Taimiyah melarang Tawassul. Ibnu Taimiyah memperbolehkan setelah diselidiki oleh majlis para ulama dengan menghadirkan seorang Qadli Hakim bermadzhab Syafiiyah. Disinilah terungkap bahwa Ibnu Taimiyah membolehkan, seperti yang disampaikan oleh muridnya al-Hafidz Ibnu Katsir:

ﻗﺎﻝ ﻻ ﻳﺴﺘﻐﺎﺙ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﻠﻪ، ﻻ ﻳﺴﺘﻐﺎﺙ ﺑﺎﻟﻨﺒﻲ اﺳﺘﻐﺎﺛﺔ ﺑﻤﻌﻨﻰ اﻟﻌﺒﺎدﺓ، ﻭﻟﻜﻦ ﻳﺘﻮﺳﻞ ﺑﻪ ﻭﻳﺘﺸﻔﻊ ﺑﻪ ﺇﻟﻰ اﻟﻠﻪ

Ibnu Taimiyah berkata, hanya Allah yang dimintai pertolongan. Tidak boleh meminta tolong (istighotsah) kepada Nabi, istighotsah dalam arti ibadah. Namun boleh untuk dijadikan Tawassul dan dimintai pertolongan kepada Allah (Al-Bidayah wa an-Nihayah 14/51)

Jika merujuk kepada ulama yang lebih Salaf sekaligus pendiri madzhabnya, justru Imam Ahmad mengamalkan doa Tawassul dengan Nabi:

 ﻭﻳﺠﻮﺯ اﻟﺘﻮﺳﻞ ﺑﺼﺎﻟﺢ، ﻭﻗﻴﻞ: ﻳﺴﺘﺤﺐ، ﻗﺎﻝ ﺃﺣﻤﺪ ﻓﻲ ﻣﻨﺴﻜﻪ اﻟﺬﻱ ﻛﺘﺒﻪ ﻟﻠﻤﺮﻭﺫﻱ: ﺇﻧﻪ ﻳﺘﻮﺳﻞ ﺑﺎﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﺩﻋﺎﺋﻪ، ﻭﺟﺰﻡ ﺑﻪ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺘﻮﻋﺐ ﻭﻏﻴﺮﻩ

Boleh bertawassul dengan orang saleh. Ada yang mengatakan dianjurkan. Ahmad berkata dalam Mansak yang ditulisnya kepada al-Marrudzi bahwa beliau bertawassul dengan Nabi shalla Allahu alaihi wa sallama dalam doanya. Dan ia menegaskan dalam al-Mustau'ib dan lainnya (Ibnu Muflih al-Hanbali, al-Furu' 3/229)

Ma'ruf Khozin, Anggota Aswaja NU Center Jatim

Baca Juga

Komentar