Saat ini sedang heboh adanya masjid atau mushala yang tidak mau mensalatkan seorang muslimah hanya karena pilihan sikap dalam politik di pilkada. Padahal, Islam menegaskan bahwa kewajiban seorang muslim adalah mensalati saudara sesama muslim.
Lalu bagaimana dengan orang yang tidak mendirikan salat? Apakah setelah ia meninggal masih boleh disalati?
Ada perbedaan di kalangan ulama.
Di kalangan Madzhab Imam Bin Hanbal, secara tegas ada larangan shalat kepada mereka yang meninggalkan shalat. Bagi ulama madzhab Hambali, orang yang meninggalkan salat secara sengaja langsung diberi hukum kafir. Maka jelas, mensalati jenazah orang kafir tidak diperkenankan dalam Islam.
Sementara itu di kalangan Madzhab Syafii masih diperinci.
Jika ia meninggalkan shalat karena menolak dan ingkar maka jelas sama dengan pendapat Imam Ahmad bin Hambal di atas. Akan tetapi jika ia meninggalkan shalat karena malas maka masih dihukumi Islam.
Di kalangan Madzhab Syafiiyah berlaku dalil berikut ini:
ﺻﻠﻮا ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ اﻟﻠﻪ ﻭﺻﻠﻮا ﻭﺭاء ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ اﻟﻠﻪ (ﻃﺐ ﺣﻞ) ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ.
"Shalatkanlah orang yang mengucapkan Tiada Tuhan Selain Allah. Dan shalatlah dibelakang (makmum) orang yang mengucapkan Tiada Tuhan Selain Allah" (HR Thabrani dan Abu Nuaim dari Ibnu Umar)
Seorang ulama ahli hadis Al-Munawi berkata:
ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ اﻷﻫﻮاء ﻭاﻟﻜﺒﺎﺋﺮ ﻭاﻟﺒﺪﻉ ﺣﻴﺚ ﻟﻢ ﻳﻜﻔﺮ ﺑﺒﺪﻋﺘﻪ
"Meskipun mayitnya orang yang mengikuti hawa nafsu, pelaku dosa besar dan pelaku bid'ah, selama bid'ahnya tidak mengarah ke kekufuran" (Faidl Al-Qadir 4/203)
Hadits ini menurut beliau:
ﻫﺬا ﺣﺪﻳﺚ ﻟﻪ ﺧﻤﺲ ﻃﺮﻕ ﺿﻌﻔﻬﺎ اﺑﻦ اﻟﺠﻮﺯﻱ ﻓﻲ اﻟﻌﻠﻞ
Hadis ini memiliki 5 jalur riwayat, secara keseluruhan didlaifkan oleh Ibnu Al-Jauzi dalam Al-'Ilal Al-Wahiyah" (Faidl Al-Qadir 4/203)
Konon, dalam satu riwayat, ada dialog di antara Imam Syafii dan Imam Ahmad dalam permasalahn ini. Dalam dialog tersebut, ada argumentasi dari Imam Syafii yang tidak bisa dijawab oleh Imam Ahmad.
Komentar
Posting Komentar