Kisah Hati Al-Khatimi Al-Thoi yang Sebening Embun




Dituduh dan difitnah sebagai orang sesat, zindiq, liberal dan sebutan sejenisnya oleh Fulan (nama samaran), Syaikh Abu Bakar Muhyiddin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Abdillah al-Khatimi al-Tho'i tetap konsisten pada pemahaman dan pendiriannya. 

Tokoh yang dilahirkan pada 17 Ramadan 560 H tak sedikitpun menyimpan rasa dendam pada Fulan. Syaikh bahkan merasa kasihan dan selalu mendoakan kebaikan untuk orang yang mencaci dan melaknatnya.

Fulan telah bersumpah untuk mencaci dan melaknat Syaikh sepuluh kali sehari. Setelah beberapa tahun menjalankan sumpahnya Fulan yang juga salah satu tokoh di masyarakat Damaskus itupun meninggal dunia. 

Mendengar kabar Fulan meninggal, Syaikh bukannya merasa lega terhadap orang yang telah mencaci dan melaknatnya itu, beliau malahan bersedih bahkan ikut menghadiri upacara pemakaman Fulan.

Sekembalinya dari pemakaman, Syaikh duduk menghadap kiblat, hingga makanan yang disajikan pada pagi hari itu tak disentuhnya, bahkan Syaikh tetap "khudlur" dalam munajatnya. Keadaan demikian ini berlanjut sampai selepas isya. 

Wajah beliau tampak sumringah gembira dan penuh dengan senyum lega, dan meminta seorang khadimnya mengambilkan makan malamnya.

Salah seorang santrinya memberanikan diri bertanya tentang apa yang sedang terjadi. Beliaupun berkata :

( التزمت مع الله اني لا آكل ولا اشرب حتى يغفر لهذا الذي يلعنني و ذكرت له سبعين الف لا اله الا الله فغفر له - ذخائر الاعلاق شرح ترجمان الاشواق دار بيبلون باريس نوفمبر 1967)

"Saya mengharuskan diriku di hadapan Allah bahwa saya tidak akan makan dan minum sedikitpun sebelum Allah mengampuni orang yang selalu melaknat dan mencaciku itu. Pengampunan itu baru diberikan setelah saya hadiahkan bacaan tahlil sebanyak 70 ribu kali".

Al-Bughuri Samaron

Baca Juga

Komentar