MENANAM, MERAWAT, DAN MENUAI (Simbol Kehidupan Menuju Kesuksesan Sejati)
Saya yakin, kita semua pernah mendengar bahkan (mungkin) sangat hafal dengan peribahasa "Siapa yang Menanam, Pasti Akan Menuai." Pepatah kehidupan ini disajikan dengan bahasa simbolik, yaitu melukiskan sesuatu dengan benda-benda lain sebagai simbol atau perlambang. Setidaknya, terdapat dua kata kunci dalam peribahasa ini, menanam dan menuai. Keduanya merupakan simbol dan perlambang dari seluruh kegiatan kausalitas (sebab-akibat). Bila kita menanam maka kita akan menuai, bila matahari terbit maka tiba waktu pagi, bila hujan maka basah, bila malam maka gelap, bila rajin maka pandai, bila sungguh-sungguh maka berhasil, begitu seterusnya.
Jika dicermati lebih lanjut, sesungguhnya terdapat satu kata kunci yang hilang dari peribahasa di atas. Kata kunci yang sebenarnya tak kalah urgen dari dua kata sebelumnya (menanam dan menuai). Ya, merawat, salah satu kata dalam judul tulisan ini. Siapa saja yang menanam maka ia akan merawat dan selanjutnya (boleh jadi) akan menuai.
Janji akan menuai setelah menanam hanya mengajarkan kita untuk abai terhadap proses. Kita sangat ingin menggapai hasil yang maksimal meski baru satu kali berusaha. Pendidikan jadi bertujuan hanya untuk mendapatkan nilai-nilai di ijazah saja, kurang konsen dengan proses. Merawat (menurutku) identik dengan istiqomah menjaga tanaman sampai waktu panen tiba. Bukan tiba-tiba menanam langsung panen (menuai).
Disadari atau tidak, generasi saat ini telah sampai pada titik yang sangat menggemaskan. Bagaimana tidak, kita saat ini terlalu bangga dengan bibit unggul yang kita miliki. Sesumbar telah menanamnya di ladang yang sangat subur. Namun selanjutnya abai untuk merawat bibit yang kita gadang-gadang tadi. Ketahuilah, bibit sehebat apapun, meski ditanam di ladang paling subur di dunia sekalipun, tanpa dirawat, pasti akan layu. Dan hasilnya jelas, pasti akan gagal panen.
Seperti tanaman yang perlu dirawat dengan diberi pupuk, disemprot dengan pestisida agar terhindar dari hama, disiangi agar pertumbuhannya berjalan dengan baik, dlsb. Maka, kebaikan yang ada pada diri kita juga perlu dirawat sedemikian rupa agar tidak layu dan berguguran. Kita boleh menanam apa saja tapi tidak boleh lupa untuk selalu merawatnya.
Kecerdasan dan motivasi yang tinggi untuk terus belajar juga harus dirawat. Diberi pupuk dengan diskusi-diskusi rutin, dengan buku-buku yang kaya vitamin dan protein. Disemprot dengan nasihat-nasihat yang dapat membersihkan hati dari hama takabur. Dan yang terpenting, disiangi dengan selalu melatih dan menggali seluruh potensi yang ada. Jika proses ini dilaksanakan dengan baik, maka waktu menuai yang dijanjikan akan menjadi kenyataan.
Semangat dan potensi untuk menulis juga begitu. Prestasi di bidang apapun, mudah menghafal dan memahami pelajaran, suka bersedekah, rajin menolong, selalu melaksanakan sholat malam, puasa sunnah, dan segala hal baik lainnya. Tanpa dijaga dan dirawat dengan baik, seluruh potensi dan hal-hal baik itu akan hilang diterpa zaman. Pohon kebaikan itu akan layu, dan bisa saja berubah menjadi pohon keburukan.
Pentingnya proses menjaga dan merawat juga pernah disampaikan oleh Nabi Muhammad saw, makhluk paling mulia di dunia. Rasul berpesan, "Sebaik-baik perkara adalah yang dilakukan terus-menerus, meski hanya sedikit". Imam Ghozali juga mengatakan hal yang sama. Dalam salah satu pendapatnya, beliau berkata "Kebaikan yang tidak dilakukan secara continou sejatinya bukan hal yang baik. Bahkan, keburukan yang tidak dilakukan terus-menerus lebih baik dari kebaikan yang tidak konsisten". Dari sini kita belajar, bahwa proses merawat jauh lebih penting dari sekedar menuai hasil.
Terlepas dari kekurang setujuan terhadap peribahasa menanam dan menuai yang kita diskusikan di awal tulisan. Namun sebagai warga Indonesia, saya tetap bangga karena negara kita sangat kaya dengan peribahasa. Terkait pentingnya merawat tanaman, mimpi, harapan, cita-cita, dan seluruh kebaikan lainnya, kita masih memiliki peribahasa lain yang mengajarkan hal itu. Peribahasa itu antara lain; Barakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, lalu senang kemudian.
Apapun cita-cita dan harapan kita, kebaikan yang kita usahakan tersemayam dalam diri, serta potensi dan anugrah yang telah Tuhan beri, mari kita jaga dan rawat dengan baik. Kita harus ingat, siapa pun yang menanam pasti akan berusaha sekuat tenaga merawat tanamannya. Bila proses merawat dilaksanakan dengan baik niscaya hasil yang dipanen akan baik juga. Sebaliknya, siapa saja yang abai terhadap proses merawat maka tanamannya akan layu, kemudian gagal panen.
Slamet Mulyani
Semoga bermanfaat
Tapung, 15/01/2018
Komentar
Posting Komentar