Habib Ahmad bin Hasan al-Athas berkisah dalam sebuah kitab, bahwa semua habib terkemuka di Yaman saat ini pasti murid dari muridnya Habib Ahmad bin Hasan, termasuk Habib Umar bin Hafidz, Habib Abu Bakar al-Adni, Habib Salim asy-Syathiri.
Alkisah, ada seorang wali madjdzub (nyeleneh) yang mempunyai rental kendaraan (keledai) khusus perempuan. Anehnya setiap penumpang perempuannya sampai tujuan ia menciumnya. Konon semua perempuan yang pernah diciumnya kelak tidak pernah berzina seumur hidupnya.
Singkat cerita ada seorang ulama (baca; wali syariat) yang mengingkarinya. Ia menarik wali majdzub ke masjid, menghajarnya habis-habisan. Tiba-tiba ilmu wali syariat itu hilang. Keduanya lalu melapor pada Syaikh Ali al-Khawas. Syaikh Ali al-Khawas kemudian yang memintakan maaf pada wali majdzub, dan kembalilah ilmu sang wali syariat.
Jika Anda sangsi dengan kisah ini mari kita buka kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir dalam al-Quran. Nabi Musa menghadapi kaum yang nakal, bayangkan saat Nabi Musa mandi pakaiannya mereka curi. Barangkali karena itu syariat Nabi Musa salah satu syariat paling tegas. Anda tahu hukuman penyembah patung sapi Musa Samiri? Dihukum dengan saling membunuh satu sama lain. Ketegasan hukum Nabi Musa bisa dijumpai dalam Perjanjian Lama: 10 perintah Tuhan (10 of God's Commandment). Allah mempertemukan Nabi Musa dengan Nabi Khidir. Selama kebersamaan keduanya, Nabi Khidir melanggar 3 dari 10 perintah Tuhan itu; membunuh anak kecil, merusak perahu dan meruntuhkan dinding milik orang lain (membangun dinding tanpa imbalan padahal sangat butuh, red.). Melalui Khidir Allah memperlihatkan pada Nabi Musa bahwa ada dimensi lain dalam syariatNya selain hukum.
Mahaguru al-Habib M. Luthfi bin Yahya mengatakan, bahwa wali majdzub, Nabi Khidir, -selanjutnya kita mungkin bisa menyebut Gus Mik dll. yang ada dalam setiap generasi- untuk menjaga keseimbangan agar syariat tidak berubah menjadi hukum yang rigid dan mengekang. Ketika Islam diaplikasi hanya sebagai fikih, maka Allah mengutus wali-waliNya yang kadang nyeleneh untuk menjaga keseimbangan antara Islam dan Ihsan.
Mawlana Al-Habib Luthfi bin Yahya
Komentar
Posting Komentar