Muhasabah Kebangsaan
MENCARI KANG SLAMET PASRAH
Oleh Al-Zastrouw
Di dusun kami ada seseorang yg bernama Slamet. Tapi karena orangnya pasrah, _semeleh_ dan _legowo_ dia sering juga dipanggil Pasrah, sehingga kami manyebutnya kang Slamet Pasrah
Kang Slamet alias Pasrah ini orangnya baik, ramah, suka senyum dan menyenangkan. Setiap orang yg bersamanya atau berada di dekatnya akan merasa damai dan tentram. Hatinya lembut dan gak pernah marah. Kalaupun marah tdk meluap2 dan memaki, tapi org merasa kalau dia sedang marah. Sesekali marah kalau melihat orang2 berlaku dholim dan tidak.
Sikapnya yg seperti ini membuat Kang Slamet menjadi panutan orang sedusun. Apa yang dilakukan akan diikuti dan diterima masyarakat tanpa syarat. Apa yg dilarang dan siapa saja dibenci oleh kqng Slamet maka masyarakat akan ikut menjauhi dan membenci.
Selain karena perilakunya yg mulia, sikap masyarakat terhadap kang Slamet ini juga disebabkan oleh adanya pernyataan dari para sesepuh bahwa sesungguhnya yg paling baik dan benar itu ya Slamet atau Pasrah. Barang siapa yg berteman atau mencontoh selain kang Slamet alias Pasrah maka orang tersebut tidak akan diterima oleh para sesepuh dusun tersebut.
Saking cinta dan tàatnyanya pada kang Slamet orang2 di dusun kami selalu menjaganya. Pernah suatu saat masyarakat disuruh kumpul di lapangan oleh tokoh2 dusun dan org2 yg mengaku dekat dengan kang Slamet untuk membela kang Slamet yg katanya dilecehkan. Maka dengan serta merta seluruh penduduk dusun berkumpul. Tak ada yg berani melawan perintah tersebut karena yg tdk ikut membela akan dikucilkan bahkan dicap sebagai pembangkang.
Yang menarik orang yg mengaku dekat kang Slamet itu sering memerintahkan warga dusun kami agat tidak mendekati orang atau tokoh lain meski hanya untuk sekedar bergaul, apalagi meniru gayanya. Katanya kang Slamet melarang kita melakukan hal itu. Mereka selalu ciriga pada orang lain dan memandangnya sebagai musuh, bukan sebagai tetangga yg perlu dihormati atau sesama manusia yg perlu dimuliakan.
Pernah juga ada orang mencaci dan membenci sesama saudara katanya demi kang Slamet, menista dan merampas hak orang lain secara paksa demi menjaga mas Slamet. Bahkan ada yg rela pasang badan, mati demi membela kang Slamet. Terus terang aku kagum pada militansi mereka, pada kegigihan dan semangat para pembela mas slamet yg sampe gelap mata dan gelap pikir sehingga tidak bisa melihat kenyataan secara jujur. Orang2 ini begitu tulus dan ikhlas mencintai dan membela mas Slamet karena ketaatan mereka pada dhawuh leluhur.
Sebenarnya orang-orang di dusun itu juga tahu bahwa ada beberapa orang yg melakukan semua itu demi ambisi politik, kekuasaan, materi dan eksistensi diri. Meskipun mereka bilang bahwa yg mereka lakukan itu demi menjaga dan membela kang Slamet. Mereka ini menjadikang kang Slamet sebagai topeng menutupi hasrat dan ambisi pribadinya. Namun orang2 ini diam karena takut dianggap melecehkan orang suci pembela mas Slamet, kalau menyampaikan hal ini. Pernah ada yg mencoba kritis dan mengkritik tindakan mereka yang tidak sesuai dengan kelakuan kang Slamet, namun dengan serta merta orang tersebut dihujat habis habisan. Mereka dianggap pemecah belah warga dusun, merusak persaudaraan bahkan ada yg sampe dianggap sesat segala. Ada juga yg dikucilkan dan dimasukkan dalam rumah bantu yg ada di pojok dusun.
Melihat kelakuan orang2 di dusun ini saya jadi merenung. Yang dimaksudkan Slamet alias Pasrah dalam pesan yg disampaikan oleh para leluhur dusun itu apa? Apakah benar-benar sosok individu mas Slamet yg ada di dusun kami yang sering juga dipanggil mas Pasrah karena kelakuannya yg selalu tuduk dan pasrah itu atau semua orang-orang yg selalu bisa memebar damai dan keselamatan pada sesama meskipun namanya tidak Slamet?
Pendeknya, pesan memgenai Slamet ini sebenarnya makna tekstual (denotatif) atau makna subatantif (komotatif) Artinya, kalau Slamet alias Pasrah ini dimaknai dan dipahami secara tekstual simbolik, maka dia bisa berwujud manusia yang bernama Slamet. Dengan demikian yang diakui dan akan diterima oleh para leluhur dusun adalah orang atau sosok yang bernama Slamet alias Pasrah. Pemahaman ini membuat, orang berebut membela, mempertahankan dan menjaga figur atau sosok yang bernama Slamet alias Pasrah. Kemudian berupaya manarik orang sebanyak2nya agat bisa bersama kang Slamet.
Sebaliknya, jika Slamet alias pasrah itu dipahami secata konotatif-substantif maka dia berarti sikap, perilaku dan tindakan menebar keselamatan dan kedamaian sebagai wujud kepasarahan dan ketundukan kepada Yang Maha Kuasa. Dengan demikian seseorang bisa saja menjadi Slamet asal bisa menjalankan laku hidup pasrah dan tunduk pada Allah serta menyebarkan keselamatan, kedamaian dan keadilan pada sesama, meskipun namanya bukan Slamet.
Jika pemaknaan tekstual simbolik justru bisa memancing kegaduhan dan rawan dimanipulasi, mengapa kita tidak memaknainya secara konatatif substantif? Atau tetap saja menggunakan makna tekstual tetapi tetap menjaga dan menggunakan makna substasial sebagai ukuran menilai tindakan setiap warga yg ada di dusun kami. Dengan demikian kita akan mudah menemukan dan mengenali sosok kang Slamet diantara berbagai ragam kenyatàan yang ada.
Sebenarnya ingin sekali aku bertanya dan melakikan konfirmasi pada leluhur yang menyampaikan pesan ini. Namun aku tak memiliki kemampuan unt berkomunikasi dengan mereka apalagi dg yang membuat pesan tersebut.
Setiap kali ada gerakan membela kang Slamet di dusun kami dengan legiatan yg hingar bingar, pertanyaan ini selalu muncul. Karena pada saat seperti ini, saat terjadi kegaduhan atas nama kang Slamet aku juastru merasa sangat kehilangan kang Slamet dan menjadi jauh dari kang Slamet. Karena aku tdk melihat dan menemukan kang Slamet dalam kerumunan wajah sangat yg penuh kebencian dan prasangka.
Jika sudah demikian, kembali aku harus menyimpan pertanyaan ini rapat-rapat dalam bilik hatiku karena aku takut dibilang sesat, merusak ukhuwah dan akidah jika kusampaikan hal ini pada mereka yg sudah merasa menemukan dan merasa dekat dengan mas Slamet alias mas Pasrah itu.***
Komentar
Posting Komentar