*
By
*Hanief Saha Ghafur*
Dosen Metodologi Riset, SKSG Universitas Indonesia
Menggunakan instrumen hisab (hitungan numerik- matematik) untuk menetapkan awal Ramadlan adalah tidak cukup, bila tanpa verifikasi faktual (rukyat). Hitungan matematis saja tidak cukup untuk sampai pada derajat kebenaran. Belum kongklusif dan masih bisa salah, meleset dari presisi dan ketepatannya. Bahkan bisa sesat & menyesatkan. Mengapa ? Sebab hisab berdasarkan hitungan matematis itu hanyalah sekedar hipotesis yang masih perlu diuji dan diverifikasi kebenarannya di lapangan (rukyat).
Hisab matematis itu alat yang digunakan (instrumental for used) untuk menalar-logiskan sesuatu obyek. Obyek benda alam (bulan) yg memiliki hukum kehidupannya sendiri (قدر فهدى / urbi materia ibi geometria) yang berbeda & bisa lepas dari alat matematika yg menjadi penghitungnya. Sejatinya obyek inilah yang dicari presisi dan ketepatannya. Jadi Kebenaran yang sesungguhnya harus berupa hasil korelasi positif antar keduanya (instrumen yang tepat dan obyek empiriknya yg benar). Selain itu hisab matematis saja, tanpa verifikasi empirik (rukyat) tidak dapat dianggap memenuhi asas berfikir ilmiah yang bersifat siklis, yaitu _deducto hypotetico verificative_.
Hisab numerik- matematis itu termasuk katagori ilmu abstrak. Puncak tertinggi dari hitungan matematis hanyalah sekedar sebuah hipotesis yg kebenarannya masih perlu disinkronsasikan dengan obyek yang dinalar logiskan.
Jadi kebenaran matematis bukanlah semata kebenaran tunggal yg ada pada dirinya sendiri. Kebenaran ada pada dua sisi, yaitu sisi yang menghitung dan sisi obyek yang dihitung. Bertemunya dua sisi kebenaran itulah kebenaran yang sesungguhnya. Logika ilmu pengetahuan tidak semata mengikuti logika matematik yg menjadi instrumen penghitungny. Tetapi kebenarannya juga harus mengikuti logika empirik dari obyek yang dicari kebenarannya.
والله أعلم بالصواب
Depok, 9/3/2020
Komentar
Posting Komentar