Apa Dalil Membaca Doa Iftitah?

Oleh KH. Munawwir Abdul Fattah.

Iftitah artinya pembuka. Doa iftitah artinya doa yang dibaca pada awal shalat. Letaknya, setelah sese orang yang shalat membaca Takbiratul Ihram (takbir pertama ketika shalat) sebelum membaca al-Fatihah.

Bagi kaum muslimin yang sedang mengerjakan shalat sebenarnya ada beberapa pilihan karena memang ada beberapa hadits shahih yang berkaitan dengan doa iftitah ini. Akan tetapi, orang-orang NU lebih suka doa iftitah yang diawali kalimat Kabiraw walhamdulillahi katsira...". Orang NU memilih doa ini bisa jadi dilihat dari kandungannya. Sebab, makna yang dikandungnya jauh lebih terasa dalam dan menggigit dibanding yang lainnya, di samping memang adanya dalil-dalil sebagai berikut:

Dalil pertama:

باب ما يقوله بعد تكبيرة الإحرام يعلم الله قد جاءت فيه أحاديث كثيرة يقتضی مموعها أن يقول: "الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصي" إلى أن قال: اللهم اغسلني من خطاياي بالح والماء والبرد. فكل هذا المذكور ثابت في الصحيح عن رسول الله صلى الله عليه وسلم.


Bab tentang yang Takbiratul Ihram. Ketahuilah, banyak sudah hadits-hadits yang berkenaan dengan bacaan setelah Takbiratul Ihram, yang garis besarnya menghendaki agar seseorang mengucapkan:

Allahu Akbar kabîran wa al-hamdu lillahi katsiran wa subhana Allahi bukratan wa ashila... hingga bacaan Allahumma ighsilni min khathayâya bi al-tsalji wa al-ma'i wa al-baradi.... 

Hal tersebut di atas tadi jelas ada dalam hadits shahih dari Rasulullah

Dalil kedua:

ذلك قول الشافعي وأحمد: إن قراءة الفاتحة بعد يرة الأولى فض مع قول أبى حنيفة ومالك به الف فيها شي من القرآن .

Menurut pendapat Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal: Membaca al-Fatihah se telah takbir pertama itu wajib (fardhu). Sedang menurut Abu Hanifah dan Imam Malik: Tidak ada satu ayat Al-Qur'an pun yang wajib dibaca setelah takbir pertama.

Catatan
• Lihat al-Adzkâr li an-Nawawi, hlm. 42-43, Fiqh as-Sunnah. Juz 1, hlm. 266-267
•  Lihat al-Mizan li al-Sya'râny, Juz I, hlm. 225.

Dikutip verbatim dari KH Munawwir Abdul Fattah Tradisi Orang-orang NU Yogyakarta Pustaka Pesantren, hlm. 38-40.

Baca Juga

Komentar