Oleh KH. Munawwir Abdul Fattah
Bermadzhab artinya adalah mengikuti salah satu madzhab. "Madzhab" itu sendiri artinya aliran/jalan.
Bagi orang NU, kalau tak mau mengikuti madzhab, ia bukan orang NU. Sebab, bagi orang NU beragama harus memakai dasar Al-Qur'an dan hadits, tidak sembarangan orang boleh diikuti. Para alim ulama NU bersepakat, imam yang layak untuk dijadikan sebagai panutan hanya empat mujtahid. Hal ini berdasar pada pengakuan para ulama se dunia tentang kealiman dan kemampuan empat orang tersebut.
Sedang madzhab-madzhab yang sah diikuti oleh NU tidak lebih dari madzhab, yaitu: orang empat (1) Hanafi, yaitu madzhab Imam Abu Hanifah yang lahir di Kufah, Irak, pada 80 Hijriyah dan meninggal tahun 150 Hijriyah; (2) Maliki, yaitu madzhab Imam Malik bin Anas yang lahir di Madinah pada 90 Hijriyah dan meninggal pada tahun 179 Hijriyah; (3) Syafi'i, yaitu madzhab Imam Syafi'i yang lahir di Ghazzah pada 150 Hijriyah dan meninggal pada
204 Hijriyah; (4) Hanbali, yaitu madzhab Ahmad bin Hanbal yang lahir di Marwaz pada 164 Hijriyah dan meninggal pada 241 Hijriyah.
Orang NU biasanya sangat toleran kepada muslimin yang tidak menerima madzhab-mazhab di atas. "Itu urusan kamu, dan ini adalah kami." Kata-kata semacam ini oleh para kiai NU disampaikan berkali-kali kepada para santri. Artinya, orang NU amat menghargai perbedaan pendapat dan menjaga jangan sampai umat pecah gara gara berbeda melakukan ritual syari'ah.
Jika orang NU menetapkan harus bermadzhab itu bukan berarti menutup diri untuk berijtihad; hal ini karena bisanya "baru" taklid atau mengikut kepada imam. Asumsi semacam itu bagi orang NU tidaklah dipermasalahkan. Orang NU sangat hati-hati dalam mengambil dengan keputusan tak mau sembarangan dengan hanya mengunggul logika semata, namun di samping pertimbar juga harus sesuai ketentuan Al-Qur'an dan hadits.
Dasar yang dipakai orang NU ini meliputi, yang pertama:
كان سيدي علي الخواص رحمه الله إذا سأله إنسان عن التقيد بمذهب معين اللان هل هو واجب أو لا ؟ يقول له يحب عليك التقيد بمذهب ما دمت لم تصل إلى شهود عين الشريعة الأولى خوفا من الوقوع في الضلال وعليه عمل الاي اليوشم.
Jika tuanku mulia, Ali al-Khawwas, ditanya seseorang tentang mengikuti madhab tertentu sekarang ini apakah wajib atau tidak. Dia menjawab: Anda harus mengikuti suatu madzhab selama Anda belum mengetahui inti agama karena khawatir terjatuh pada kesesatan. Anda juga harus melaksanakan apa-apa yang dilakanakan orang lain sekarang ini.1
Dalil kedua:
وبأن التقليد متعين للائمة الاربعة، وقال بأن مذاهبه انتشرت حثي ظهر تقيية مطلقها وتخصيص عامها بخلاف غيرهم
Bertaklid (mengikuti madzhab) tertentu dari imam empar (Hanafi, Maliki, Syafii, Hanbali) lebih karena madzhab mereka telah tersebar sehingga nampak jelas pembatasan hukum mutlak dan pengecualian hukum bersifat umum, berbeda dengan madzhab madzhab yang lain.2
Dalil ketiga:
قال صلى الله عليه وسلم: "اتبعوا السواد الأعظم". ولما اندرست المذاهب الحقة بانقراض أئمتها إلا المذاهب الاربعة التي انتشرت اتباعها كان اتباعها اتباعا للسواد الأعظم.
Nabi bersabda: ikutlah mayoritas (umat Islam). Ketika madzhab-mazhab yang benar telah tiada karena wafatnya para imamnya, kecuali empat madzhab yang mengikutinya tersebar luas maka tersebut mengikuti madzhab empat berarti mengikuti mayoritas dan keluar dari madzhab tersebut berarti keluar dari mayoritas."3
Dalil keempat:
تقليد مذهب الغير يصعب على العلماء الوقتفضلا عن عوامهم إلى أن قال: وأن لا يتتبع الرخص بأن يأخذ من كل مذهب ما هو الأهون عليه وأن لا يلفق بین قولین تتولد منها حقيقة لا يقول بها كل من القائلين
Mengikuti madzhab imam lain adalah sulit bagi ulama masa kini, apalagi bagi kalangan awam. Hendaknya tidak mencari-cari dispensasi dengan mengambil masing-masing madzhab pendapat yang paling ringan, dan tidak boleh menggabungkan antara dua pendapat yang akan menimbulkan suatu kenyataan yang tidak pernah dinyatakan siapa pun dari kalangan ulama).
Dengan kata lain, seorang muslim tidak diperkenankan mencampuradukkan ajaran-ajaran yang telah disampaikan imam madzhab empat kemudian dipilih yang ringan-ringannya saja.
1Lihat Bughyat al-Mustarsyidin
2 Lihat al-Miean al-Sya'rany
3Lihat al-Fath al-Kubid, Juz V.
4. Lihat Sulam al-Ushai Syart Nihayati al-Sul, Juz V.
Dikutip verbatim dari KH Munawwir Abdul Fattah Tradisi Orang-orang NU Yogyakarta Pustaka Pesantren, hlm 18-23.
Komentar
Posting Komentar