Mencari Pembenaran, Bukan Kebenaran




Dr ALIM

Dengan belajar kita berharap mendapatkan kebenaran. Bila belum nemu, akan mencari lagi ke referensi lain yang bisa jadi bertentangan dengan referensi yang kita dapat sebelumnya. Itu tidak masalah bila yang kita cari adalah kebenaran. Dengan kejujuran dan obyektifitas, itu hal lumrah.

Ada kalanya seseorang mengalami kegelisahan dalam kencari kebenaran. Suatu saat mendapat referensi yang tampaknya menenangkan hatinya. Dipegangnya referensi itu karena menenangkan dan menyenangkan. Ketika kemudian hari dia mendapatkan referensi yang lebih lengkap, lebih sahih, intinya lebih baik, tapi bertentangan dengan yang sudah dia pegang kemarin... orang itu menolak, bahkan dengan cara apapun, termasuk mencari pembenaran-pembenaran.

Tentu pembenaran akan tetap menenangkan dan menyenangkan karena tidak menimbulkan gejolak dalam pikiran dan perasaannya. Akhirnya, benar tidak penting lagi, ketenangan dan kenyamananlah yang lebih penting, meskipun itu semu.

Saya melihat ini beberapa hari terakhir. Pertama, saat diskusi dengan simpatisan HTI. Saya kelothoki  lubang-lubang dalam fondasi nashnya, metodologi istinbathnya, logika kesejarahannya. Saya tidak canggih, sangat elementer.. tapi ternyata dia benar2 tidak bisa menjelaskan. Tapi toh akhirnya diskusi ditutup dengan kalimat, "Biarkan saya tetap memegang kebenaran" (Jejak sedang saya cari kok sepertinya sudah dihapus), atau "Anda bukan level saya", atau semacamnya 😀. No, saya nggak masalah dengan level-levelan. Poin saya adalah soal kemandegan diskusi karena klaim2 dan pembenaran.

Kedua soal pandemi, entah bagaimana deorang profesor bisa menyatakan "Bioskop memberikan harapan, imunitas bisa meningkat karena bahagia". Secara pribadi saya percaya bahwa kondisi depressed bisa membawa imun turun. Tapi ini tidak ada kaitan langsung bahwa bahagia itu mejadikan orang pasti kebal dari virus. 

Dua kalimat Prof ini sangat patut dipertanyakan. Bioskop memberikan harapan? Harapan apa? Apa nggak ada cara lain selain bioskop? Bioskop bikin bahagia? Nonton di bioskop Bikin senang, mungkin. Bikin ketakutan, mungkin juga. Bikin sedih, juga mungkin. Prof ini ukurannya tidak jelas.

Simpulannya, dia sedang cari pembenaran untuk memutar lagi roda ekonomi bisnis bioskop. Ya sebenarnya tinggal bilang aja, bioskop harus dapat uang untuk menggaji karyawan dan memperkaya pengusahanya. Kalau itu kebenarannya, sampaikan aja, Prof... 

Kembali kepada pencari pembenaran.
Biasanya orang2 ini, misalnya simpatisan HTI tadi, untuk mendapat pembenaran akan berkelompok sekaligus dengan tujuan saling mendukung, saling menguatkan. Ndak ada logika-logika sahih, saling menguatkan itu yang penting. Karena itu kondisi yang nyaman baginya. Orang memang suka kenyamanan.

Kalau orang mencari kebahagiaan dari luar dirinya, ya bisa begitulah jadinya.

,

Baca Juga

Komentar