Penerapan Syariat Itu Persoalan Politik

Ustad Muhammad Nora Burhanuddin


A: Apakah tathbiq syariat itu persoalan politik?

B: Ya, benar.

A: Apa dalilnya?

B: Diantaranya perseteruan Say. Ali dan Say. Muawiyah dalam shifin.

A: Bisa lebih detail peristiwanya?

B: Say. Muawiyah ingin agar pembunuh Say. Utsman langsung diqishash. Say. Ali berpendapat, qishash hanya boleh dilakukan pemimpin negara. Selama saya belum dibai'at, tak ada qishash. Malah berbahaya. Karena para pembunuh, masuk ke barisan lawan. Jika diqishash akan memantik perlawanan lawan. Kata para fuqaha' menyimpulkan: "qishahs boleh ditunda saat keadaan genting".

A: Selanjutnya, apa yang terjadi?

B: Kedua kelompok berperang. Yang terbunuh dari kedua belah pihak banyak sekali. Kedua kelompok sama-sama berijtihad dalam politik. 

A: Sikap umat saat itu bagaimana?

B: Umat Islam terbelah. Sikap-sikap ini yang mencirikan aliran sesat pada perjalanan umat sepanjang zaman. 

Khawarij baper atas perseteruan ini. Mengkafirkan Say. Ali dan Say. Muawiyah sekaligus. Keduanya berusaha dibunuh karena melanggar hukum Allah. Tapi kebetulan hanya Say. Ali yang kena. 

Murji'ah/Jabariyyah baper. Karena mayoritas sahabat mendukung Say. Ali, mereka tak kuasa menyalahkan Say. Muawiyah. Jadinya mereka sekalian saja bilang Say. Muawiyah hanyalah wayang yang digerakkan dalang. Tak punya ikhtiyar sama sekali. Dosa apapun, termasuk membunuh, gak ada pengaruhnya atas takdir Allah.

Syiah baper. Karena mayoritas mendukung Say. Ali, mereka tak kuasa menahan baper akan penentang sebagian sahabat kelompok Say. Muawiyah terhadap Say. Ali. Sekalian saja bilang, yang menentang Say. Ali kafir semua. Beliau maksum, juga 12 keturunannya. 

A: Ada sikap lain?

B: Ada. Yakni kelompok sunni yang mayoritas. Mayoritas ini terbelah menjadi 3 faksi. Mayoritas mendukung Say. Ali. Mayoritas kedua mendukung Say. Muawiyah. Minoritas tawaqquf, tak membaiat Say. Muawiyah atau Say. Ali, seperti Abdullah bin Umar. Semua faksi sepakat Say. Ali dan Say. Muawiyah bukan kafir, bukan fasik, mereka hanya berijtihad politik. Pasti ada yang benar diantara mereka. Namun yang salah tetap berpahala.

==========

Jadi:

1. Penerapan syariat Islam itu persoalan politik. Umat Islam boleh berbeda dalam aplikasinya. Mendukung cara langsung, atau cara berputar, itu ada dalilnya. 

2. Menganggap pendukung tathbiq syariat cara langsung sebagai kebenaran mutlak, ini jelas salah. Sebaliknya, menganggap tathbiq syariat cara memutar kebenaran mutlak, itu juga salah.

3. Tak mendukung usaha tahtbiq syariat, semisal di Indonesia, lewat pendekatan kelompok haroky-islamis atau kelompok tradisionalis, keduanya bukan fasik, bukan kafir. Hanya berbeda memandang realitas mana yang lebih maslahat. 

4. Pertempuran dalam politik sangat wajar. Malah wajib 'adatan. Mengilustrasikan pertempuran politik sebagai peperangan haq dan bathil, itu lebay dan kebdohan yang nyata.

5. Dukung ijtihad kelompokmu sekuat mungkin. Boleh menyerang kelompok lain dengan argumentasi. Tapi tanpa menghina. Tawaqquf dalam pertempuran politik hanya salah satu opsi sunni, bukan satu-satunya opsi sikap sunni memandang pertempuran politik.

6. Bahkan jika pertempuran ini sampai berujung pembunuhan atas dasar hirabah atau bughat, selama tak niat membunuh secara batil, itu masih wilayah ijtihad. Setiap pemain akan dibangkitkan sesuai niatnya. 

7. Pada ujungnya, bukan sikap kita memilih kelompok politik mana yang menjadi kunci surga atau neraka. Bisa jadi keduanya mengandung kebenaran. Tapi kuncinya, seberapa ikhlas dan jujur kita pada diri sendiri akan kebenaran yang kita yakini. Mendustai diri sendiri sehingga berbicara secara munafik, ini yang dosa. 

8. Baper dalam politik, rawan menjadi kelompok sesat.

"Berpolitiklah. Bertarunglah. Bertempurlah dalam politik. Tapi secara fair dan beretika. Semuanya masih muslim dan berpahala"

Baca Juga

Komentar