Oleh: Muhammad Tahir Alibe
Saat jadi duta besar, Ia sempatkan waktunya untuk menulis, maka lahirlah Tafsir Al-Mishbah. Jabatan tidak membuatnya lupa untuk menulis.
Saat para ulama berbeda pendapat tentang Hijab, Ia menulis buku tentang Hijab, tujuannya agar umat paham bahwa hijab itu ikhtilaf di kalangan ulama.
Saat para politisi, agamawan, dan umat kehilangan jati dirinya sebagai manusia, Ia menulis buku tentang Yang Hilang Dari Kita: Akhlak.
Saat kekerasan, teroris marak di Indonesia atas nama agama, Ia menulis buku tentang Islam yang Disalahpahami.
Saat orang sibuk mengejar jabatan, hingga mempolitisasi agama dan ayat kitab suci untuk menjatuhkan lawan politiknya, Ia menulis buku tafsir tentang surah Al-Maidah.
Saat banyak tuduhan fitnah yang dialamatkan kepadanya, dianggap sebagai Syi'ah, liberal, sekuler, tidak mewajibkan jilbab dan lain-lain, Ia menulis buku Islam yang Saya Pahami.
Agar umat Islam paham bahwa perpecahan adalah senjata yang paling ampuh bagi musuh Islam, dan persatuan adalah kekuatan terbesar bagi kaum muslimin, maka Ia menulis buku Mungkinkah Syiah-Sunni Bergandengan Tangan?
Untuk memberi bimbingan kepada anaknya dan orang lain tentang hakikat pernikahan, maka Ia menulis buku Kado Pernikahan.
Agar tidak terlalu risau dengan pelaksanaan ibadah yang berbeda-beda, Ia menulis buku 1001 Tanya Jawab Soal Ibadah.
Agar Al-Qur'an tidak hanya menjadi bacaan semata karena ingin mengejar pahala, maka Ia menulis buku Membumikan Al-Quran supaya pesan-pesannya membumi.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan sebagian orang meragukan atau mempertanyakan Al-Qur'an, maka Ia menulis buku Kemukjizatan Al-Qur'an
Saat berangkat Umroh, Beliau sempatkan waktu untuk menulis Sejarah Nabi Muhammad SAW dari awal hingga akhir. Ia menghabiskan waktunya 6-7 jam untuk menulis. Ketika berada di Madinah, Ia pun menyelesaikan tulisan tentang Sejarah Nabi Muhammad SAW. Lalu di depan Maqam Nabi Muhammad, Ia sampaikan tulisannya tentang diri Nabi SAW, memohon izin kepada Sang Nabi, agar kiranya buku itu mendapat berkah dari Nabi SAW. Lewat tulisan, Ia memperkenalkan keagungan Nabinya, karena itu Beliau pun dimuliakan.
Ia melahirkan ratusan karya tulis dan generasi penerus. Prof. Dr. Nasruddin Umar, MA salah satunya. Yang saat ini menjadi Imam Besar Istiqlal Jakarta.
Di bawah bimbingannya, Ia mendirikan Pusat Studi Al-Qur'an dan sudah melahirkan banyak alumni yang tersebar ke seluruh penjuru nusantara.
Ia tak pernah diam, Ia selalu bicara lewat tulisan. Kata-katanya penuh makna.
Ia seorang habib namun tidak ingin dipanggil habib karena merasa belum layak dengan gelar itu.
Ia seorang profesor, kyai, ulama tafsir alumni Al-Azhar, salah satu pakar tafsir terbaik di Asia, namun ia lebih nyaman dipanggil "Pak Quraish" saja.
Rasanya sulit menemukan habib seperti beliau di Indonesia. Ia lebih memilih diam sambil membantah, membimbing, menulis. Ia seorang habib yang tidak suka sensasi.
Masih banyak lagi buku-bukunya yang lain, yang tidak saya sebutkan di sini. Nampaknya setiap tahun selalu ia terbitkan tulisannya jadi buku. Menulis adalah ibadah baginya.
Lewat tulisan ia menjawab persoalan-persoalan hidup manusia, lewat tulisan ia menyelesaikan konflik tanpa harus berisik. Lewat tulisan ia membantah satu pendapat tanpa harus mencaci maki dan disaksikan publik.
Tulisan-tulisannya adalah respon terhadap dinamika sosial yang terjadi khususnya di Indonesia
Ada segelintir yang membenci beliau, tetapi jauh lebih banyak yang mencintainya.
Ungkapan terakhir saat kami bertemu suatu ketika, beliau berkata:
"Jangan berdebat dengan orang yang bisa Anda kalahkan argumentasinya, tapi tidak mampu Anda kalahkan kepala batunya."
Komentar
Posting Komentar